Hari-hari ku lalui tanpa merasakan nikmatnya
menjadi seorang anak-anak, diantara yang lainya belajar, bermain, dan bahagia
bersama dengan teman dan sahabatnya, aku malah sering sendiri menikmati hariku
yang sepi disekolahan. mungkin bisa dikatakan malang nian nasibku, tapi apa mau
dikata, toh mungkin sudah takdirku sebagai seorang anak yang terlahir dari
keluarga sederhana.
Mengapa aku berkata demikian? karena diantara
anak-anak yang lain, mungkin diriku adalah satu-satunya anak dari keluarga
kalangan menengah kebawah. selebihnya anak-anak di sekolahku merupakan anak
dari kalangan keluarga berada, ya bisa dikatakan berasal dari kalangan orang
kaya. sindiran, ejekan, dan bullyan dari anak yang lain merupakan makan
keseharianku di sekolah.
Setiap hendak ingin berangkat kesekolah,
harapanku cuma ada satu, yakni aku ingin waktu cepat berputar, dan aku ingin
segera cepat-cepat pulang kerumah. karena hanya dirumahlah aku bisa merasakan
ketenangan, dan merasakan kebebasan dari hinaan yang aku terima di sekolah. walaupun
terkadang aku terbawa trauma dari kejadian yang aku alami disekolah, namun
setidaknya kalau dirumah aku tidak bertemu dengan orang-orang seperti mereka
disekolahan.
Sedih memang sedih, tapi apalah dayaku sebagai
seorang anak berumur 10 tahun. aku hanya bisa menjalankan takdirku seperti ini,
tanpa bisa bercerita dan berbagi kepada orang lainnya, hanya bisa memendamnya
dalam-dalam di lubuk hatiku. walaupun semakin hari aku semakin mengerti apa
arti hidup, dan menjalani kehidupan di dunia ini.
Hal itu terjadi terus menerus setiap harinya,
bahkan setiap bulan bahkan setiap tahun, hingga aku duduk dibangku kelas 6 SD.
disaat detik-detik terakhirku menginjakkan kakiku di sekolah itu, namun aku
masih saja merasakan hinaan dari anak-anak di sekolahku.ya walaupun aku sudah
memiliki beberapa teman yang cukup mengerti dengan kondisi dan keadaanku, namun
aku tetap saja merasa tidak senang sekolah disana, setiap hari sudah kenyang
dengan sikap anak-anak lain yang tidak berperasaan, menghinaku dengan sesuka
hati mereka dan mentertawakan aku jika ayahku datang dengan mengayuh sepeda
tuanya.
Penghinaan terbesar dan yang tersakit aku rasakan
adalah saat aku khatam Al-Qur'an disekolah. ayahku sebagaimana biasanya datang
dengan menggunakan sepeda tuanya dan memarkirnya disebelah gerbang sekolahan.
anak-anak yang lainnya pada berkumpul dengan keluarganya befoto dan bergembira
karena salah seorang dari keluarganya telah beranjak dewasa dan telah menjalani
khatam Al-Qur'an.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar