Sabtu, 10 Januari 2015

Posting cerita part 3


Hari-hari ku lalui tanpa merasakan nikmatnya menjadi seorang anak-anak, diantara yang lainya belajar, bermain, dan bahagia bersama dengan teman dan sahabatnya, aku malah sering sendiri menikmati hariku yang sepi disekolahan. mungkin bisa dikatakan malang nian nasibku, tapi apa mau dikata, toh mungkin sudah takdirku sebagai seorang anak yang terlahir dari keluarga sederhana.
Mengapa aku berkata demikian? karena diantara anak-anak yang lain, mungkin diriku adalah satu-satunya anak dari keluarga kalangan menengah kebawah. selebihnya anak-anak di sekolahku merupakan anak dari kalangan keluarga berada, ya bisa dikatakan berasal dari kalangan orang kaya. sindiran, ejekan, dan bullyan dari anak yang lain merupakan makan keseharianku di sekolah. 
Setiap hendak ingin berangkat kesekolah, harapanku cuma ada satu, yakni aku ingin waktu cepat berputar, dan aku ingin segera cepat-cepat pulang kerumah. karena hanya dirumahlah aku bisa merasakan ketenangan, dan merasakan kebebasan dari hinaan yang aku terima di sekolah. walaupun terkadang aku terbawa trauma dari kejadian yang aku alami disekolah, namun setidaknya kalau dirumah aku tidak bertemu dengan orang-orang seperti mereka disekolahan.
Sedih memang sedih, tapi apalah dayaku sebagai seorang anak berumur 10 tahun. aku hanya bisa menjalankan takdirku seperti ini, tanpa bisa bercerita dan berbagi kepada orang lainnya, hanya bisa memendamnya dalam-dalam di lubuk hatiku. walaupun semakin hari aku semakin mengerti apa arti hidup, dan menjalani kehidupan di dunia ini.
Hal itu terjadi terus menerus setiap harinya, bahkan setiap bulan bahkan setiap tahun, hingga aku duduk dibangku kelas 6 SD. disaat detik-detik terakhirku menginjakkan kakiku di sekolah itu, namun aku masih saja merasakan hinaan dari anak-anak di sekolahku.ya walaupun aku sudah memiliki beberapa teman yang cukup mengerti dengan kondisi dan keadaanku, namun aku tetap saja merasa tidak senang sekolah disana, setiap hari sudah kenyang dengan sikap anak-anak lain yang tidak berperasaan, menghinaku dengan sesuka hati mereka dan mentertawakan aku jika ayahku datang dengan mengayuh sepeda tuanya.
Penghinaan terbesar dan yang tersakit aku rasakan adalah saat aku khatam Al-Qur'an disekolah. ayahku sebagaimana biasanya datang dengan menggunakan sepeda tuanya dan memarkirnya disebelah gerbang sekolahan. anak-anak yang lainnya pada berkumpul dengan keluarganya befoto dan bergembira karena salah seorang dari keluarganya telah beranjak dewasa dan telah menjalani khatam Al-Qur'an.

bersambung...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar