Rabu, 31 Desember 2014

Posting cerita part 2

Namanya juga anak kecil, cuma mengerti tentang fisik seseorang. begitupun aku dulu, semua anak-anak disekitarku cuma mencari teman yang kelihatannya bagus saja, tak peduli dia siapa, anak siapa yang penting dia cantik atau ganteng. karena aku dulu tidak begitu bagus mangkanya aku tidak memiliki seorang teman pun, malah aku hanya sebagai tempat pelampiasan kejahilan anak-anak lainya. setiap hari pasti di bully oleh anak-anak sekelas, ya mungkin karna aku sering ngompol dikelas dan suka menyisih sendiri di tepian pagar perbatasan sekolah.
Namun aku beruntung karena aku disekolahkan dimana abang dan kakakku juga sekolah disana, jadi walaupun aku tidak mempunyai teman tapi aku masih punya orang yang dapat membelaku jika aku dibully oleh anak-anak yang lainnya. abang dan kakakku sering bilang, "num kamu cari temen sana... jangan sendiri-sendiri terus". tapi aku tidak bisa menanggapinya karena memang untuk mendapatkan seorang teman itu sangatlah sulit.
Haripun berganti hari, rasanya aku sudah kebal dengan bully yang diberikan anak-anak disekolahku, hingga akhirnya aku tamat dari taman kanak-kanak, dan akupun melanjutkan pendidikan di sekolah dasar di tempat yang sama dengan aku TK dulunya.
Setiap hari yang aku lalui di SD sedikit lebih berbeda dengan hari yang aku lalui dulu saat di TK. sekarang aku sudah mempunyai beberapa teman, ya walaupun tidak seberapa. setidaknya aku punya seseorang yang bisa aku ajak bicara saat jam istirahat. itupun aku punya temen karena dia satu mobil jemputan denganku, dan jarak rumahnya juga tidak terlalu jauh dari rumahku.
Sebenernya iri melihat anak-anak lain bermain bersama dilapangan, lompat-lompat kegirangan, lari sana sini, tertawa gembira, dan bla bla bla. ingin rasanya ikut mereka bermain, tapi sayang tidak ada satupun diantara mereka yang menginginkan aku bermain bersama mereka. ya akhirnya aku cuma bisa menatap mereka bermain hingga menunggu jam istirahat selesai.
Mungkin yang aku alami disaat aku seharusnya bisa merasakan nikmatnya menjadi seorang anak-anak adalah ribuan bullyan yang di lemparkan anak-anak lainnya kepadaku, aku cuma bisa pasrah dengan apa yang aku terima dari mereka. ya mau gimana lagi, toh semuanya sudah terlanjur aku alami sejak aku memulai duduk di bangku sekolahan.
Tapi lama-kelamaan aku bisa bertahan dengan kondisi demikian, dan aku juga mencoba untuk merobah situasi dengan mencari teman baru, mulai mendekati satu persatu anak-anak disekolahan itu. hasilnya juga tidak terlalu buruk, sedikit demi sedikit ada yang mau berteman denganku walaupun tidak banyak.

bersambung...


posting cerita part 1

AKU

Terkadang kita berfikir orang yang paling mengerti kita itu adalah keluarga, sahabat, dan karib kerabat yang berada didekat kita. namun bukan mereka saja yang akan mengisi hidup kita, berjuta manusia di luar sana yang tidak kita kenal namun memberi pengaruh besar bagi kita. disinilah aku memulai cerita, cerita tentang kehidupan seorang anak manusia yang berasal dari keluarga sederhana dan bebagai rintangan dan cobaan yang selalu dia hadapi setiap harinya.
AKU...
Ya, aku adalah seorang gadis yang berasal dari suatu kota yang di sebut Bukittinggi, aku lahir dari rahim seorang perempuan yang bekerja sebagai seorang guru, lebih tepatnya sekarang seorang kepala sekolah, dan bapakku seorang tukang jahit rumahan. aku lahir tepat 21 April 1995, ya kebanyakan orang tahu dengan tanggal itu, tepat hari kelahiran ibu R.A Kartini yang telah memberi perubahan makna perempuan di mata manusia.
Dilahirkan dari keluarga sederhana adalah hal yang tidak terlalu sulit untuk dijalani, dimana kebanyakan orang sepertiku mengeluh kenapa dia tidak dilahirkan dari kalangan orang kaya atau pejabat atau orang penting lainnya. tapi diberikan kesempatan untuk hidup didunia ini adalah anugrah terbesar yang aku terima, karena tidak semua orang bisa merasakan apa yang aku rasakan.
Aku anak bungsu dari berempat bersaudara, tepatnya anak bontot yang katanya sih paling dimanja paling disayang tapi itu tidak berlaku terhadap diriku ini, orang tuaku berlaku adil terhadap anak-anaknya. tidak ada yang diistimewakan dan tidak ada yang disisihkan, semuanya sama dan selalu diperlakukan seadil-adilnya.
Mungkin sudah takdir yang harus dijalani olehku, perbedaan ekonomi antara aku dan anak-anak lainnya sangat terasa saat aku sudah mulai tumbuh sebagai anak-anak dan sudah mulai memahami keadaan status sosial yang ada, apalagi disaat aku sudah memulai interasi dengan banyak orang, dan itu dimulai saat aku menginjakkan kaki di taman kanak-kanak.

bersambung...